Hal paling vital agar habit bisa konsisten adalah perasaan berhasil, meskipun kecil. Merasa berhasil adalah sinyal kepada otak bahwa usaha telah terbayar.
Itulah kenapa reward adalah aspek kunci dalam pembentukan habit. Perasaan senang, puas, nyaman mengajarkan otak, perilaku mana yang harus diulang lagi.
Di tulisan-tulisan sebelumnya, kita sudah membahas bagaimana agar habit menjadi mudah, nyata, dan menarik.
Kali ini, kita akan membahas strategi untuk menciptakan reward yang membuat habit jadi memuaskan.
Ada cerita menarik dari Stockholm, Swedia. Sekelompok engineer memasang sensor di tangga kereta bawah tanah dan mendekorasi agar mirip tuts piano. Ketika pejalan kaki menggunakan tangga, ada musik yang keluar dari speaker.
Seketika naik/turun tangga jadi menyenangkan. Setiap langkah seperti memainkan tangga nada. Karena hal ini, 66% lebih banyak orang memilih tangga daripada eskalator.
Feedback yang langsung didapat adalah faktor penting agar habit bisa terbentuk. Semakin cepat rasa puas didapat, semakin mungkin habit akan diulang lagi.
Di sini kita belajar tindakan mana yang diulang adalah berdasarkan bagaimana dampaknya pada perasaan. Ini yang disebut: the cardinal rule of behavior change.
Sesuatu yang mendapat reward akan diulang, yang dihukum akan dihindari. Menerima reward langsung sangat penting selama tahap awal pembentukan habit.
Saat memulai habit, sangat dibutuhkan pengorbanan. Pergi ke gym beberapa kali untuk olahraga, meskipun kadang tubuh lagi tidak fit. Beberapa bulan kemudian, berat badan turun atau otot mulai kebentuk, membuat latihan jadi lebih mudah. Makanya di awal Anda membutuhkan alasan jangka pendek untuk tetap mengerjakan habit. Disitulah peran reward seketika, yaitu membuat Anda tetap semangat meskipun hasil sebenarnya (berat badan turun/otot terbentuk) belum ada.
Yang kita bahas disini adalah tentang bagaimana saat habit baru selesai dikerjakan. Ini penting karena kita cenderung mengingat akhir dari habit dibandingkan awal atau tengahnya. Anda tentu ingin ujung dari habit terasa memuaskan: bisa makan enak setelah olahraga, minum kopi favorit setelah menyelesaikan pekerjaan, mandi setelah beberes rumah, dll. Kita semua ingin reward dari setiap hal yang kita selesaikan.
Coba buat paksaan yang selaras dengan identitas yang mau dibentuk:
- Jalan-jalan di alam setelah menabung untuk pensiun (identitas: kebebasan dan kendali atas waktu)
- Mandi busa setelah olahraga (identitas: merawat tubuh)
- Setiap kali batal makan di luar, transfer Rp100,000 ke rekening tabungan umroh
Tentu saja, kalau kita gak butuh motivasi eksternal seperti ini, itu lebih baik. Di dunia yang ideal, reward untuk habit baik adalah habit itu sendiri. Di dunia nyata, habit baik terasa bernilai hanya jika ia memberikan hasil. Reward adalah salah satu strategi terbaik untuk menjaga motivasi sambil menunggu hasil jangka panjang datang.
Di sini kita juga harus berhati-hati. Terkadang, motivasi eksternal bisa menjadi sesuatu yang kita kejar. Seorang anak hanya mau belajar kalau dikasih uang jajan, daripada demi mendapat ilmu. Seorang salesman hanya mengejar komisi penjualan, bukan untuk melayani customer & menumbuhkan bisnis.
Kuncinya adalah jangan kehilangan arah untuk fokus pada identitas yang ingin dibentuk, dan jika memungkinkan, tambahkan reward eksternal yang mendukung terbentuknya identitas tersebut. Anda harus menghindari reward yang tidak selaras identitas yang ingin dibentuk.
Beli sepatu baru boleh-boleh saja kalau targetnya turun berat badan atau membaca buku lebih banyak. Tapi beli sepatu gak cocok sebagai reward kalau targetnya menabung lebih banyak. Antara identitas sebagai saver dan spender jadi gak nyambung.
Reward bisa mendorong habit dimulai. Identitas membuat habit jadi kontinyu.
Perlu waktu untuk terlihatnya hasil dan terbentuknya identitas baru. Reward seketika membantu menjaga tetap termotivasi sementara menunggu hasil jangka panjang datang.